BANGUN RUMAH MODEL JAWA bentuk bangunan dengan tema adat jawa merupakan ciri tersendiri. Biasanya rumah jawa membutuhkan lahan yang cukup luas karena terdapat model pendopo yang bangunannya akan memakan tempat. Desain dan arsitektur rumah Jawa memiliki cirikhas tersendiri dan dipakai dengan fungsi yang beragam. Jika kamu pergi ke pedesaan, BANGUN RUMAH MODEL JAWA akan banyak ditemukan sebagai tempat tinggal yang sangat nyaman. Ada juga rumah Jawa yang hanya digunakansebagai desain ruang tamu saja, seperti di keraton-keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Tidak hanya itu, ada banyak hal yang mungkin belum pernah kamu dengar lebih dalam mengenai rumah Jawa. Nah, di artikel kali ini Kania akan membagikan fakta-fakta menarik soal rumah Jawa. Penasaran? Yuk, kita simak di bawah ini.
1. Atap rumah Jawa diyakini sebagai lambang status sosial penghuninya
Atap rumah Jawa memiliki banyak ragam model. Tetapi tahukah kamu bahwa atap-atap tersebut memiliki arti tertentu. Ya, perbedaan model atap rumah Jawa melambangkan status sosial penghuninya. Terdapat lima jenis rumah yang memiliki atap berbeda, yaitu Panggang Pe, Kampung, Limasan, Joglo, dan Tajug.
Atap rumah Panggang Pe merupakan atap yang paling sederhana dibanding empat model lainnya karena berbentuk miring ke satu sisi atau berat sebelah. Biasanya rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus warung untuk berjualan. Rumah Kampung merupakan rumah rakyat biasa yang memiliki bentuk atap seimbang antara sisi kiri dan kanannya sehingga membentuk segitiga runcing.
blogspot.com
Rumah Limasan adalah rumah yang bisa dikatakan memiliki strata cukup tinggi dan paling banyak digunakan oleh rakyat Jawa. Berbeda dengan rumah Kampung, atap rumah Limasan menutupi bagian atas rumah pada empat sisinya dan berbentuk segitiga tumpul.
Rumah Joglo adalah rumah yang paling mewah. Biasanya yang menempati rumah Joglo adalah bangsawan. Atap utamanya berbentuk curam dan tiang lanjutannya melandai tetapi tidak sepanjang rumah Limasan. Terakhir, rumah Tajug merupakan rumah yang kerap dipakai sebagai masjid. Rumah Tajug memiliki bentuk atap yang runcing dengan empat sisi.
2. Arsitektur rumah Jawa menginspirasi bangunan Kolonial Belanda
blogspot.com
Saat masa kolonialisasi Belanda di Indonesia, para penjajah mendirikan banyak gedung dan rumah. Ternyata, mereka mengadopsi gaya arsitektur rumah Jawa, lho! Hal ini dikarenakan rumah Jawa punya bentuk bangunan yang mampu melawan terik panas matahari dan derasnya hujan. Meski terpapar panas dan hujan, rumah Jawa tetap memiliki sirkulasi udara yang baik di dalamnya.
3. Rumah Jawa sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno
google.com
Fakta ketiga ini bisa terlihat di relief Candi Borobudur. Relief tersebut menggambarkan rumah penduduk yang berbentuk seperti rumah Jawa sekarang, tetapi memiliki jarak antara tanah dengan rumah, atau dalam kata lain seperti rumah panggung. Bahan material rumah yang dipakai saat itu adalah anyaman bambu atau kayu.
Rumah tersebut memiliki pola lantai berbentuk persegi panjang seperti rumah Jawa Limasan atau Joglo. Atapnya menggunakan atap rumah Limasan, Kampung, dan Tajuk.
4. Rumah Jawa terbagi dalam tiga bagian utama
google.com
Sebuah rumah Jawa biasanya dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu pendapa, pringgitan, dan dalem. Pendapa merupakan teras atau paviliun yang terletak di depan rumah Jawa. Fungsi dari pendapa adalah untuk menerima tamu atau mengadakan pertemuan. Setelah memasuki pendapa, kamu akan masuk ke pringgitan.
Pringgitan adalah bagian yang menjadi penghubung antara pendapa dengan omah yang berfungsi sebagai tempat orang Jawa bermain wayang. Dalem adalah bagian utama yang berbentuk persegi atau persegi panjang yang berfungsi sebagai tempat penghuni tinggal.
5. Rumah Jawa kerap dikaitkan dengan keberadaan Dewi Sri
wikipedia.org
Sebagian besar penghuni rumah Jawa bermata pencaharian sebagai petani. Mereka menyimpan hasil panennya di rumah mereka. Mereka pun percaya bahwa dewi padi, Dewi Sri, mampu memberi kebahagiaan dan kemakmuran. Maka dari itu, ada bagian yang diperuntukkan bagi Dewi Sri yaitu ruangan krobongan.
Krobongan merupakan bagian dari senthong (kamar di di dalem) yang digunakan untuk memuja Dewi Sri. Ruangan ini dihias seindah mungkin karena diyakini sebagai tempat tinggal Dewi Sri di dalam rumah.
Pada intinya, rumah Jawa tidak sembarangan dibangun dan tidak terbatas pada estetikanya saja. Akan tetapi, rumah ini dibuat dengan makna dan penghitungan tertentu. Maka dari itu, kita patut menghargai warisan budaya yang sudah ada sejak lama ini.